…terdapat perkampungan-perkampungan muslim yang terbangun di wilayah kerajaan Sriwijoyo. Hubungan dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.”
KEPULAUAN Nusantara sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan internasional di Asia Tenggara. Karenanya, interaksi antar peradaban pun menjadi suatu hal yang niscaya. Di antara peradaban yang saling mempengaruhi adalah bangsa China, Melayu, India, Timur Tengah, Persia, dan Eropa.
Nusantara dikenal sebagai penghasil rempah-rempah. Selain itu, memiliki komoditas lain seperti Emas, Perak, Kain katun, Teh, Kopi, dan hasil alam lainnya yang bermutu tinggi. Hal ini menjadi daya tarik bangsa-bangsa lain untuk membeli hasil bumi itu.
Interaksi peradaban yang terjadi antara bangsa dalam proses perdagangan tersebut tidak hanya mendorong terjadinya proses akulturasi dan asimilasi budaya, melainkan juga benturan antar peradaban. Para pedagang yang datang dari India membawa peradaban Hindu – Budha, sementara para pedagang China membawa peradaban Konghuchu. Dan pedagang-pedagang yang datang dari arah Timur Tengah; jazirah Arab atau Persia membawa Peradaban Islam. Begitu pula pedagang Eropa di masa berikutnya membawa ajaran Nashrani.
Ajaran Hindu dan Buddho masuk ke Nusantara sekitar abad ke-3 dan ke-4 Masehi. Pedagang dari India yang datang ke Sumatera, Jawa, dan Sulawesi membawa ajaran dan peradaban mereka. Perkembangan Hindu sendiri mulai di Pulau Jawa pada abad ke-5. Di antara para pedagang yang masuk juga mengembangkan ajaran Buddho.
Hasilnya, kebudayaan Hindu dan Buddho mempengaruhi terbentuknya pelbagai kerajaan yang bercorak dua ajaran tersebut. Sebut saja Kerajaan Kutai, Sriwijoyo, Tarumanegoro, hingga Mojopahit. Namun yang perlu diingat, saat itu juga cukup banyak orang-orang Islam yang hidup di era Mojopahit. Baik dari kalangan bangsawan, pedagang, maupun rakyat jelata.
Sekilas berikut ini beberapa teori tentang proses awal masuknya Islam ke Nusantara;
Di antara teori yang mengemuka ada Teori Mekkah oleh DR. Buya Hamka, Teori Persia oleh Prof. Dr. Abu Bakar Atjeh, Teori China oleh Prof. Slamet Muljana, Teori Maritim oleh NA. Baloch, dan Teori Gujarat oleh orientalis Belanda Snouck Hurgronje. Terkait mana yang lebih mendekati kebenaran, kiranya pendapat Buya Hamka adalah fakta sejarah yang paling valid.
Buya Hamka menulis seperti berikut; “Ahli sejarah ada yang berkata bahwa di zaman pemerintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Bani Umayyah yang kedua, telah didapat sekelompok keluarga keturunan Arab di Pesisir Barat Pulau Sumatera.” Artinya, sebelum habis 100 tahun setelah Nabi kita Muhammad Saw.
Tetapi di kurun ketiga dan empat Hijriyah, di zaman keemasan Daulah Bani Abbas di Baghdad sudah banyak pelajar dan pengembara bangsa Arab itu menyebut-nyebut Pulau Sumatera, ketika mereka membicarakan suatu kerajaan Buddha yang dikenal dalam kitab-kitab “Syarbazah” atau kerajaan Sriwijoyo yang terletak di Palembang, ibu negeri Sumatera Selatan sekarang ini,”
Pendapat Prof. DR. Buya Hamka ini juga dikuatkan beberapa sejarawan. Di antaranya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara yang berkesimpulan bahwa Islam masuk ke Nusantara langsung dari Mekkah sejak abad ke-7 Masehi melalui Aceh.
Pun W.P Groeneveldt yang menjelaskan berdasarkan berita China zaman T’ang; Sekira abad ke-7 masyarakat muslim telah ada, baik di Kanton maupun di daerah Sumatera. Oleh karena Islam sendiri masuk ke China pada abad ke-7, ketika khalifah Utsman bin Affan mengirim utusannya untuk menemui Kaisar Yong Hui pada 2 Muharram 31 H/ 25 Agustus 651 M.
Perkembangan Islam melalui pelayaran dan perdagangan secara internasional antara negeri-negeri di Asia Barat dipengaruhi kuatnya dominasi kekuasaan Bani Umayyah. Sedangkan perkembangan Islam di Asia Tenggara maupun Timur dipengaruhi kuatnya dominasi Islam di kerajaan China masa Dinasti T’ang.
Syed Naguib Al Attas juga menjelaskan tentang masuknya Islam ke Nusantara sejak abad ke-7. Pada abad ini, orang-orang Islam telah memiliki perkampungan di Kanton.
Bukti lainnya adalah sebuah literatur kuno Arab yang berjudul ‘Aja’ib Al Hind yang ditulis Buzurg bin Shahriyar pada tahun 1.000 M. Ia memberikan gambaran bahwa terdapat perkampungan-perkampungan muslim yang terbangun di wilayah kerajaan Sriwijoyo. Hubungan dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Ditegaskan juga oleh Ibnu Abdur Rabbih dalam Al Iqud Al-Farid, bahwa ada korespondensi yang berlangsung antara Raja Sriwijoyo Sri Indravarman dengan Khalifah Umar yang terkenal adil tersebut.
Dari ragam bukti sejarah itu, jelaslah bahwa teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara seperti dari Gujarat, Persia, atau Maritim semuanya telah terbantah dan tertolak. Teori yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui Aceh pada abad ke-7 adalah teori yang paling kuat dari semua teori lainnya. []
Disarikan dari Buku Trilogi Revolusi Islam di Tanah Jawa; Wali Songo karya Rachmad Abdullah, hlm. 29-33
KEPULAUAN Nusantara sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan internasional di Asia Tenggara. Karenanya, interaksi antar peradaban pun menjadi suatu hal yang niscaya. Di antara peradaban yang saling mempengaruhi adalah bangsa China, Melayu, India, Timur Tengah, Persia, dan Eropa.
Nusantara dikenal sebagai penghasil rempah-rempah. Selain itu, memiliki komoditas lain seperti Emas, Perak, Kain katun, Teh, Kopi, dan hasil alam lainnya yang bermutu tinggi. Hal ini menjadi daya tarik bangsa-bangsa lain untuk membeli hasil bumi itu.
Interaksi peradaban yang terjadi antara bangsa dalam proses perdagangan tersebut tidak hanya mendorong terjadinya proses akulturasi dan asimilasi budaya, melainkan juga benturan antar peradaban. Para pedagang yang datang dari India membawa peradaban Hindu – Budha, sementara para pedagang China membawa peradaban Konghuchu. Dan pedagang-pedagang yang datang dari arah Timur Tengah; jazirah Arab atau Persia membawa Peradaban Islam. Begitu pula pedagang Eropa di masa berikutnya membawa ajaran Nashrani.
Ajaran Hindu dan Buddho masuk ke Nusantara sekitar abad ke-3 dan ke-4 Masehi. Pedagang dari India yang datang ke Sumatera, Jawa, dan Sulawesi membawa ajaran dan peradaban mereka. Perkembangan Hindu sendiri mulai di Pulau Jawa pada abad ke-5. Di antara para pedagang yang masuk juga mengembangkan ajaran Buddho.
Hasilnya, kebudayaan Hindu dan Buddho mempengaruhi terbentuknya pelbagai kerajaan yang bercorak dua ajaran tersebut. Sebut saja Kerajaan Kutai, Sriwijoyo, Tarumanegoro, hingga Mojopahit. Namun yang perlu diingat, saat itu juga cukup banyak orang-orang Islam yang hidup di era Mojopahit. Baik dari kalangan bangsawan, pedagang, maupun rakyat jelata.
Sekilas berikut ini beberapa teori tentang proses awal masuknya Islam ke Nusantara;
Di antara teori yang mengemuka ada Teori Mekkah oleh DR. Buya Hamka, Teori Persia oleh Prof. Dr. Abu Bakar Atjeh, Teori China oleh Prof. Slamet Muljana, Teori Maritim oleh NA. Baloch, dan Teori Gujarat oleh orientalis Belanda Snouck Hurgronje. Terkait mana yang lebih mendekati kebenaran, kiranya pendapat Buya Hamka adalah fakta sejarah yang paling valid.
Buya Hamka menulis seperti berikut; “Ahli sejarah ada yang berkata bahwa di zaman pemerintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Bani Umayyah yang kedua, telah didapat sekelompok keluarga keturunan Arab di Pesisir Barat Pulau Sumatera.” Artinya, sebelum habis 100 tahun setelah Nabi kita Muhammad Saw.
Tetapi di kurun ketiga dan empat Hijriyah, di zaman keemasan Daulah Bani Abbas di Baghdad sudah banyak pelajar dan pengembara bangsa Arab itu menyebut-nyebut Pulau Sumatera, ketika mereka membicarakan suatu kerajaan Buddha yang dikenal dalam kitab-kitab “Syarbazah” atau kerajaan Sriwijoyo yang terletak di Palembang, ibu negeri Sumatera Selatan sekarang ini,”
Pendapat Prof. DR. Buya Hamka ini juga dikuatkan beberapa sejarawan. Di antaranya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara yang berkesimpulan bahwa Islam masuk ke Nusantara langsung dari Mekkah sejak abad ke-7 Masehi melalui Aceh.
Pun W.P Groeneveldt yang menjelaskan berdasarkan berita China zaman T’ang; Sekira abad ke-7 masyarakat muslim telah ada, baik di Kanton maupun di daerah Sumatera. Oleh karena Islam sendiri masuk ke China pada abad ke-7, ketika khalifah Utsman bin Affan mengirim utusannya untuk menemui Kaisar Yong Hui pada 2 Muharram 31 H/ 25 Agustus 651 M.
Perkembangan Islam melalui pelayaran dan perdagangan secara internasional antara negeri-negeri di Asia Barat dipengaruhi kuatnya dominasi kekuasaan Bani Umayyah. Sedangkan perkembangan Islam di Asia Tenggara maupun Timur dipengaruhi kuatnya dominasi Islam di kerajaan China masa Dinasti T’ang.
Syed Naguib Al Attas juga menjelaskan tentang masuknya Islam ke Nusantara sejak abad ke-7. Pada abad ini, orang-orang Islam telah memiliki perkampungan di Kanton.
Bukti lainnya adalah sebuah literatur kuno Arab yang berjudul ‘Aja’ib Al Hind yang ditulis Buzurg bin Shahriyar pada tahun 1.000 M. Ia memberikan gambaran bahwa terdapat perkampungan-perkampungan muslim yang terbangun di wilayah kerajaan Sriwijoyo. Hubungan dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Ditegaskan juga oleh Ibnu Abdur Rabbih dalam Al Iqud Al-Farid, bahwa ada korespondensi yang berlangsung antara Raja Sriwijoyo Sri Indravarman dengan Khalifah Umar yang terkenal adil tersebut.
Dari ragam bukti sejarah itu, jelaslah bahwa teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara seperti dari Gujarat, Persia, atau Maritim semuanya telah terbantah dan tertolak. Teori yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui Aceh pada abad ke-7 adalah teori yang paling kuat dari semua teori lainnya. []
Disarikan dari Buku Trilogi Revolusi Islam di Tanah Jawa; Wali Songo karya Rachmad Abdullah, hlm. 29-33